Pancor Membiru - Anjani Orange

Warna yang menghiasi kampus/sekolah di kedua kota santri tersebut tergantung dari warna selera pimpinan, selera yang bisa berubah-ubah tergantung dari "ongkos" polititik yang ditawarkan sang pemilik warna, dulu kuning,kemudian hijau, berubah ke hijau muda dan kini ada yang biru dan adapula yang Orange. padahal bendera partai masuk kampus itu hukumnya "HARAM"...!!!

Walaupun warna berubah-ubah dikedua kota ini, kehidupan masyarakat tetap saja seperti yang dulu alias stagnan, pendidikan dan perkonomian masih dibawah standard, masyarakat masih saja mengais rizki di negeri orang, karena di daerahnya sendiri miskin lapangan pekerjaan.

Fokus kerja kedua pimpinan itu sepertinya sudah berbelok arah dari khittahnya yang semula yaitu mengentaskan kemiskinan, memperbaiki moral , dan amal-amal sosial lainnya. tapi entahlah, mungkin khittahnya memang harus berpolitik praktis, kalau memang seperti itu kenapa tidak mendirikan partai politik saja, supaya tidak terkesan memperalat jamaah. politik praktis, hanya akan membuat tarik menarik kepentingan yang hanya akan membuat kerugian pada Nahdlatul Wathan tercinta.

NW tampaknya perlu menkonstruksikan kenmbali pandanganya yang utuh dan menyeluruh mengenai politik agar memiliki visi yang jelas dan menjadi acuan bagi pola perilaku politik anggotanya. Rekonstruksi pemikiran tersebut tanpa perlu mengubah identitas NW sebagai organisasi sosial-keagamaan dan bukan merupakan organisasi politik atau bergerak di lapangan politik-riil.

Politik tidaklah terbatas pada kegiatan para politisi melalui partai politik semata yang sering disebut dengan kegiatan politik yang bersifat langsung. Politik juga menyangkut kegiatan-kegiatan yang bersifat tidak langsung di luar kegiatan partai politik dalam keseluruhan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. menjaga Independensi kultural dan konsistensi NW sebagai basis civil society merupakan jalan paling menyelamatkan untuk ditempuh dalam kondisi politik apa pun. 

Saya melihat NW diarahkan sebagai "Mesin Politik" yang bermuara pada pragmatisme politik. lihat saja bagaimana tokoh-tokoh NW mempromosikan partai yang dijadikan kendaraannya itu disela-sela pengajiannya. diarahkannya NW sebagai mesin politik dengan pernyataan-pernyataan yang mengarahkan warganya kepada partai politik tertentu saya rasa bukan pilihan yang tepat...!!! 

Saya tidak menyalahkan apabila ada pengurus atau kader NW yang terlibat langsung dalam politik praktis, itu sudah haknya sebagai warga negara, namun alangkah baiknya tidak membawa-bawa NW dan legowo menyerahkan jabatannya kepada kader yang lain, saya rasa stok pemimpin di NW itu banyak sekali.

Maka penting sekali bagi NW sebagai salah satu elemen masyarakat sipil menjaga independensinya terhadap segala intervensi kepentingan politik. hendaklah kekuasaan tidak menjadi wacana sentral dalam kesadaran warganya sehingga mengabaikan “kewajiban” asasinya sebagai kekuatan Islam kultural. Bayang-bayang politik dan kekuasaan yang menjanjikan keuntungan tidak seharusnya menjerumuskan NW kedalam pragmatisme politik.

Dengan kembali ke orientasi awal sebagai gerakan kultural, sosial-ekonomi,pendidikan dan dakwah. ia akan mempunyai dampak politik yang besar, bisa menjadi kekuatan yang dapat menekan kekuatan politik dan pemerintahan yang korup, tanpa harus melibatkan diri pada politik praktis.

Lihat Komentar disini

0 comments:

Terima kasih atas komentar anda