Terkikisnya Independensi Mahasiswa

8:43 PM 0 Comments

 
Tumbuh pesatnya organisasi – organisasi kemahasiswaan atau yang disingkat dengan ormawa, khususnya ekstra kampus, membawa ketertarikan tersendiri bagi parpol tanah air, hal ini membuktikan bahwa Mahasiswa merupakan asset yang sangat berharga bagi mereka (Parpol). Disamping karena posisi Mahasiswa yang strategis yang berda pada tataran “Maddle class” bisa menjangkau tingkat bawah (Rakyat) sampai tingkat yang paling atas (Pemerintah), tak jarang pula Mahasiswa direpresentasikan sebagai kepanjangangan suara rakyat. Kita tentu masih ingat aksi Mahasiswa menurunkan Soeharto dari tampuk kursi kepresidenan pada tahun 1998, Mahasiswa seluruh Indonesia memiliki satu suara untuk menghapus kediktatoran di tanah air, walaupun menurut sebagian pengamat aksi yang dilakukan Mahasiswa itu hanya bisa mengganti tampuk kepemimpinan dengan pemimpin yang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. 

Aksi `98 membuktikan, bahwa Mahasiswa pada masa itu masih bersih dari kontaminasi politik praktis, Mahasiswa masih memegang teguh idealismenya sebagai pembela rakyat. Perjuangannya semata-mata demi rakyat, bukan atas dasar apapun, maka tidak heran rakyat begitu segan dan percaya pada Mahasiswa, simpati masyarakat bisa dilihat dari dukungan dan ikut sertanya rakyat menentang orde baru, kesemuanya itu tidak lepas dari peran aktif Mahasiswa turun kebawah untuk menyuarakan kebenaran, sehingga rakyat (Buruh, tani dan element masyarakat lainnya) sama-sama bergandengan tangan menentang tirani. Sejenak kita menengok Aktivis Mahasiswa masa kini; Pernahkah kita berpikir disaat Mahasiswa melakukan aksi, turun ke jalan, dengan orasi yang menggebu gebu mengkritik kebijakan pemerintah dengan “bertopeng” atas nama rakyat, padahal rakyat santai-santai saja, bahkan tidak jarang masyarakat terganggu dan merasa risih dengan aksi-aksi mahasiswa yang kebanyakan ditempuh dengan jalur anarkis itu, suara yang didengung-dengungkan itupun hanya terkesan sebagai seremonial belaka tanpa ada tindak lanjut yang realistis. Ini disebabkan karena kurang aktifnya Mahasiswa turun langsung ke Masyarakat untuk menyuarakan kebenaran, disamping itu juga disebabkan karena berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada Mahasiswa. Sudah menjadi rahasia umum, sebagian aksi yang dilakukan Mahasiswa bermuatan politis, tidak jarang aksi-aksi yang dilakukan karena “titipan” dari elit politik tertentu. Inilah yang menyebabkan Mahasiswa miskin kepercayaan dari masyarakat. 

Diakui ataupun tidak, Aktivis masa kini telah terlibat terlalu jauh dalam aksi-aksi politik untuk meraih kekuasaan dan kepentingan duniawi semata, tidak hanya bersifat individual namun sudah bersifat kolektif dan organisatoris. Artinya, tidak sedikit aktivis yang tergabung dalam oraganisasi tertentu secara terang-terangan mendukung politisi/kandidat tertentu dalam setiap moment-moment politik, Mahasiswa saat ini cenderung terkooptasi oleh kepentingan elit politik. Konsekuensinya, Mahasiswa akhirnya terkotak-kotak, terpartisi, pada satu kepentingan politik tertentu. Keadaan seperti inilah yang membuat kalangan Mahasiswa yang berada diluar kepentingan politik tersebut enggan untuk ikut bergabung dalam organisasi kemahasiswaan. Aktivis Mahasiswa yang seharusnya menjunjung kepentingan rakyat dan mengusung nilai-nilai inteketual telah sirna digantikan oleh kepentingan politik tertentu. 

Sudah menjadi rahasia umum, beberapa organisasi kemahasiswaan Khususnya yang Ekstra Kampus tidak lain adalah underbow organisasi massa tertentu, walaupun mereka mengklaim diri tetap independen, namun bisa dilihat dari kedekatan dan ideology yang dibawa. Seperti, KAMMI yang cenderung ke PKS, PMII dengan ideology NU nya, IMM dengan sub ideology Muhammadiyah, Himpunan Mahasiswa Nahdlatul Wathan (HIMMAH NW) adalah sub ideology Nahdlatul Wathan (NW), GMNI yang memiliki afiliasi yang kuat ke tokoh-tokoh nasionalis ataupun partai politik nasionalis seperti PDI-P. Klaim-klaim Independensi kadang-kadang tidak lebih hanya sebagai jargon semata, sebab pada praktiknya komunikasi antara aktivis dengan seniornya yang menjadi elit politik tertentu akan mempengaruhi independensi aktivis tersebut, apalagi elit politik tersebut memberikan bantuan jasa ataupun financial pada suatu kegiatan. Inilah ujian bagi aktivis Mahasiswa, antara mempertahankan independensinya ataukah mengorbankan organisasinya demi kepentingan elit tertentu. Perlu diketahui tidak ada larangan dimanapun yang melarang Mahasiwa untuk terjun kedalam politik praktis, Partai Politik adalah alat untuk berjuang, akan tetapi yang menjadi persolan adalah tatkala aktivis ikut terlibat didalmnya, maka hal ini dikhawatirkan akan mengancam independensi Aktivis tersebut. 

Kembali ke Khittah Seorang Aktivis 
 
Memegang Teguh Idealisme; salah satu yang menjadi corak khas seorang aktivis adalah Misi Sosial Kerakyatan, ini ditunjukkan dengan konsistensi memperjuangkan kepentingan rakyat, walaupun mungkin secara personal seorang aktivis tersebut memiliki hubungan yang erat dengan seniornya yang sudah menjadi elit politik, namun tidak menghalanginya untuk tetap bersikap kritis. Terkadang Aktivis merasa sungkan mengkritik pemerintah karena memang didalamnya terdapat seniornya, inilah tempat profesionalitas Aktivis diuji, Aktivis sejati adalah yang mampu memegang teguh idealismenya dalam kondisi apapun. Kalaulah Aktivis tersebut memang masuk ke dalam politik tertentu, maka hendaknya ia membuka baju kebesarannya sebagai Aktivis, untuk menghindari organisasi tempatnya berada sebagai kuda tunggangan untuk memperoleh posisi dalam konteks politik. Aktivis yang menanggalkan “baju” Aktivisnya disaat ia masuk kedalam politik praktis, maka ini adalah langkah terbaik, sehingga aktivis yang akan masuk kedalam politik tertentu tidak akan mengotori dunia Aktivis yang Idealis.

Referensi :
Buku dan Diskusi :
Berbagai Diskusi On Line dan Off Line
Huda Miftahul, “Meraih Sukses Dengan Menjadi Aktivis Kampus”, Yogyakarta: Leutika,2010

0 comments:

Terima kasih atas komentar anda